Simalungun, hetanews.com - Warga Huta III Nagori Pematang Asilom, Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun, keluhkan dampak pencemaran yang ditimbulkan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) CV Rapi Tehnik.
Warga yang bermukim di sekitar pabrik mengecam tindakan perusahaan yang tidak peduli kelangsungan hidup masyarakat, Jumat (14/10/2016).
“Semalam pas hujan ngeri kali baunya. Perusahaantahu kalau warga sudah mau protes mereka kondisikan semua. Mereka pakai genset, kalau turbin ini semua sudah hitam. Tapi malam hari mereka pakai turbin. Kalau tengah malam dihantam (menggunakan turbin), makanya suaranya sampai kedengar ke rumah,” keluh salah seorang warga bernama Dila.
Dia menjelaskan, saat hujan lebat, kolam penampungan limbah pabrik kepenuhan dan pihak perusahaan membuangnya ke Sungai Bah Bolon. Saat pembuangan itu, limbah menguap dan mencemari udara.
“Semalam kan hujan lebat, kolam penampungan itu luber (kepenuhan), dibuka orang itu dan buang ke Sungai Bah Bolon. Menguap ciun bau semua. Di sini sungai dan jaraknya hanya beberapa meter dari kolam limbah,” ucapnya mencontohkan jarak antara PKS CV Rapi Tehnik dengan Sungai Bah Bolon.
Selain polusi udara akibat bau limbah, ternyata asap abu ketel pabrik yang berbentuk partikel-partikel hitam berjatuhan dari corong asap pabrik dan sampai ke dalam rumah warga. Atap rumah seperti, seng semakin rapuh "dimakan" abu.
“Tempat tidur kalau mau dipaai dikipas (dibersihkan) dulu karena hitam-hitam. Anak saya aja nunggu bus mau sekolah bajunya hitam-hitam semua. Seng aja jebol karena abu itu. Apalagi manusia,” katanya.
Supatmawati (55), ibu rumah tangga yang tinggal di seberang pabrik juga mengeluhkan hal yang sama. Akibat bau tidak sedap dari PKS membuat ibu yang membuka warung M-Kios ini sempat jatuh sakit.
“Yang biasanya bangun pagi membuka jendela mengirup udara segar, sekarang apa, bau tidak sedap. Jujur saya mau muntah, datang bau tak sedap itu langsung asam lambung yang naik,” ucap Ibu yang mengenakan hijab ini.
“Di dapur habis di lap abu ketelnya datang lagi. Jadi makanan otomatis masuk ke dalam. Apalagi tidur, kita gak tau kalau sudah menghirup. Karena kalau kita bangun tidur dirabah di tempat tidur ada hitam-hitam,” ucapnya lagi.
Supatmawati menceritakan kondisi adiknya yang tinggal bersebelahan dengan pabrik tidak bisa tidur saat malam hari karena deru mesin bekerja selama 24 jam.
“Kayak adik saya yang tinggal di sebelah pabrik. Tiap malam gak bisa tidur karena bising. Tiap hari cangkang klatak itu berjatuhan ke seng dari pabrik. Ada enam rumah di situ, rumah adik saya dan rumah kontrakan kami. Cobalah ke sana,” ungkapnya.
Komentar