Simalungun, hetanews.com - Pabrik Kelapa Sawit (PKS) CV Rapi Tehnik, di Jalan Asahan Km 18,5 di Huta III Nagori Pematang Asilom Kecamtan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun, diduga membuang limbah mentah ke Sungai Bah Bolon. Pabrik milik investor asal Singapura itu, dituding melakukan over kapasitas pengelolaan selama 24 jam.
Salah seorang bekas karyawan CV Rapi Tehnik menceritakan apa yang dilihatnya selama tiga tahun bekerja di PKS tersebut. Kepada hetanews, dirinya mengakui bahwa pabrik membuang limbah mentah (limbah tidak layak buang), akibat kapasitas pengelolahan sudah melebihi standart yang berlaku.
Selain itu, kolam penampungan limbah tidak mampu menampung limbah mentah yang dihasilkan pengelolahan selama 24 jam. Hal tersebut diungkapkan mantan Staf Ahli CV Rapi Tehnik ini, limbah mentah yang dikeluarkan dari kondensat harus terlebih dahulu diuraikan oleh bakteri.
“Limbah yang layak buang itu, harus diuraikan oleh bakteri. Waktunya bukan seminggu atau dua minggu tapi berbulan-bulan. Lebih banyak retensi limbah yang dibuang dari pada kolam untuk penampungan. Karena kolam orang itu (CV Rapi Tehnik) gak cukup dan mau gak mau harus dibuang. Kalau gak dibuang bakterinya mati, bakterinya mati lebih susah lagi mengerjai limbahnya,” ungkapnya.
Kata pria yang meminta namanya tak disebutkan, membeberkan jumlah kolam penampungan limbah di PKS ada tujuh. Ukuran kolam tersebut terlalu kecil (tidak standar), akibat minimnya areal PKS CV Rapi Tehnik.
Terangnya, standar kolam penampungan seharusnya delapan belas buah. Ia juga membandingkan salah satu PKS yang berada di Bah Jambi membuang limbah yang layak buang selama tiga bulan sekali.
“PKS Bah Jambi itu buang limbahnya tiga bulan sekali. Mereka buang limbah tapi yang layak buang. Pabrik Rapi Tehnik buang limbah mentah dari kondesat, langsung dibuang ke sungai tanpa diproses dan dilakukan malam hari. Itu gak bisa dipungkiri lagi. Limbah yang belum layak buang langsung dibuang ke sungai dan itu yang paling fatal sekali. Dan, itu membuat ikan di kolam mati semua,” terangnya.
Cerita pria yang ditemui hetanews, Jumat (14/10/2016) di kediamanya Huta III Nagori Pematang Asilom, dirinya mulai bekerja di pabrik sejak tahun 2012. Saat itu, mesin boiler yang digunakan pabrik berukuran 5-7 ton.
Setahun kemudian, boiler diganti dengan ukuran 12 ton. Dengan menggunakan Boiler Albino ukuran 12 ton, pengelolaan dilakukan dengan kapasitas olah 30 ton tandan buah sawit (TBS) per jam, selama satu hari penuh.
Kini pabrik memiliki dua Boiler. Satu Boiler berkapasitas olah 5-7 Ton tidak digunakan karena kapasitas olah rendah. Boiler 12 Ton kapasitas olah 30 Ton digunakan dengan menjalankan mesin turbin yang menjadi sumber kebisingan atau polusi suara, yang dikeluhkan warga.
Menurut pria yang pernah sebagai analis Laboratorium di PKS itu, perusahaan meminimalisir anggaran pada pengelolahan kelapa sawit dengan menggunakan mesin turbin. Ketika mesin menggunakan ganset, cost produksi yang dibutuhkan untuk bahan bakar solar bisa mencapai enam puluh juta rupiah per-harinya.
“Perusahaan mengitung jam olah, kapasitas olah dan biaya olah. Misalnya, biaya untuk turbin 24 juta, genset bisa sampai 60 juta,” katanya.
Komentar