Jakarta, hetanews.com – Ketua Setara Institute Hendardi menolak keras pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Pasalnya, doktrin TNI dalam menghadapi musuh adalah “kill or to be killed”, sehingga akan berpotensi mengabaikan Hak Asasi Manusia (HAM).

Untuk itu, Hendardi berharap DPR harus menangkap aspirasi publik yang tidak menghendaki TNI diberi kewenangan penindakan dalam pemberantasan terorisme.

“TNI dan Polri bekerja di area dan dengan pendekatan yang berbeda. Doktrin TNI adalah kill or to be killed dalam menghadapi musuh,” ujar Hendardi dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (27/7/2016).

Lebih lanjut, Hendardi menjelaskan, TNI akan bekerja dalam kerangka perang yang dipastikan dapat mengabaikan prinsip-prinsip “fair trial” dan penghormatan HAM.

Sedangkan Polri, sambungnya, bekerja pada area penegakan hukum, sehingga patuh pada prinsip “fair trial”, dan memungkinkan pengutamaan penghormatan terhadap HAM.

“Pelibatan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) hanya dibenarkan melalui perintah presiden dan atau dengan membentuk UU Perbantuan Militer, yang hingga kini belum juga dirancang baik oleh DPR maupun pemerintah,” terangnya.

Menurutnya, penundaan pembentukan UU Perbantuan Militer adalah cara untuk membiarkan TNI bekerja di wilayah abu-abu, sehingga bisa masuk ke sektor manapun bukan hanya terorisme tetapi termasuk berbagai urusan sipil.

Di sisi lain, menurutnya, perluasan wewenang TNI dengan cara menyisipkan peran-peran baru dalam berbagai penanganan kejahatan dan memberi dukungan terhadap pelaksanaan pembangunan berpotensi mengembalikan supremasi militer pada ruang sipil.

“Jadi DPR mestinya menolak aspirasi pelibatan TNI dalam penindakan terorisme. Usulan ini merusak sistem penegakan hukum pidana,” pungkas Hendardi.

Sebelumnya, DPR terus menggodok rencana revisi UU Terorisme, dan segera memasuki tahapan penyusunan daftar inventaris masalah berdasarkan pandangan masing-masing fraksi.

Sementara dari kalangan akademik mengusulkan agar TNI dimasukkan dalam hal tindak pemberantasan terorisme. Pelibatan TNI ini memang diakui sangat diperlukan dalam situasi tertentu, tapi tidak boleh keluar jauh dari Undang - Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.