JAKARTA — Praktisi hukum Parulian Siregar MH dan rekannya Hutur Irvan Pandiangan MH mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (29/9/2023) pagi.
Kedatangan kedua praktisi hukum ini meminta KPK untuk melakukan supervisi terhadap kasus dugaan korupsi dana Covid-19 di Kabupaten Samosir yang penanganan kasusnya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut dianggap mangkrak.
"Kedatangan kami ke KPK, meminta agar KPK melakukan supervisi terhadap Kejati Sumut terkait penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana belanja tidak terduga (BTT) penanggulangan bencana non-alam dalam penanganan Covid-19 status siaga darurat Tahun 2020 di Kabupaten Samosir," kata Parulian Siregar didampingi Hutur Irvan Pandiangan kepada awak media di Gedung KPK, Jumat (29/9/2023).
Dalam kasus dugaan korupsi ini diduga turut melibatkan mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut.
Parulian menjelaskan, laporan pengaduan mengenai permintaan pertanggungjawaban hukum dan proses dugaan keterlibatan Rapidin Simbolon dalam kasus dugaan korupsi dana Covid-19, yang dilayangkan sejak 30 Agustus 2022 lalu, tidak ada tindak lanjutnya dari Kejati Sumut.
"Oleh karena itu, kami meminta KPK melakukan supervisi kepada Kejati Sumut dalam proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi yang diduga melibatkan Rapidin Simbolon," tegas Parulian.

Apalagi, sambungnya, dalam pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi Jabiat Sagala, Nomor: 439 K/PID.SUS/2023 tanggal 29 Maret 2023, pada halaman 58 point 4 menyatakan bahwa pengalihan BTT menjadi belanja langsung tidak dapat dibenarkan tanpa adanya perubahan terlebih dahulu Peraturan Bupati Samosir Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan BTT.
"Bahwa dalam Diktum keempat surat keputusan Bupati Samosir Rapidin Simbolon, Nomor: 117 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Kabupaten Samosir tanggal 31 Maret 2020, dalam hal terdapat jumlah BTT, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Bupati Samosir Nomor: 103 Tahun 2020, yang belum direalisasikan/dibelanjakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Kabupaten Samosir sebagaimana dimaksud pada Diktum kedua dapat menggunakan Belanja Tidak terduga dimaksud," ujarnya.
Apabila, tambah Parulian, diduga terdapat kesalahan atau pelanggaran dalam penggunaan anggaran BTT dalam percepatan penanganan Covid-19 di Kabupaten Samosir, maka dalam hal ini mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon turut patut diminta pertanggungjawaban secara hukum.
"Oleh karena itu, Rapidin Simbolon patut diduga memanfaatkan dan menikmati pengelolaan Dana Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Non Alam Penanganan Covid 2019," tegasnya lagi.
Lebih lanjut, Parulian menjelaskan, hal itu sesuai pertimbangan majelis hakim MA, pada putusan kasasi Jabiat Sagala dengan Nomor: 439 K/PID.SUS/2023, tanggal 29 Maret 2023 pada halaman 61 sampai 62 huruf b.
"Yakni menyatakan bahwa terdakwa Jabiat Sagala menjabat sebagai Ketua Pelaksana Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Samosir hanya selama 14 hari sejak tanggal 17 Maret s.d tgl 31 Maret 2020 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 89 Tahun 2020 tanggal 17 Maret 2020," sebutnya.
Kemudian, lanjutnya, sejak tanggal 31 Maret 2020 jabatan Jabiat Sagala sebagai Ketua Pelaksana Gugus Tugas digantikan oleh Rapidin Simbolon, selaku Bupati Kabupaten Samosir berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 117 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020.
Selanjutnya, Rapidin Simbolon bersama tim relawan memindahkan "packing" bantuan ke Rumah Dinas Bupati dan menempelkan stiker bergambar Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan Wakil Bupati pada setiap kantong paket bantuan untuk dibagikan kepada masyarakat.
"Maka dengan demikian pengelolaan dana siaga darurat penanggulangan bencana non-alam penanganan Covid-19, terbukti justru dimanfaatkan dan dinikmati untuk kepentingan pribadi Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan Wakil Bupati," ujarnya membacakan salinan putusan MA tersebut.
Komentar