HETANEWS.com - Apabila Presiden Turki saat ini, Recep Tayyip Erdogan kalah dalam pemilihan suara pada 28 Mei, mungkin akan ada perubahan besar pada cara negara itu berurusan dengan negara-negara di seluruh dunia.
Di bawah kepemimpinan Erdogan, Turki telah membuat marah sekutu Barat dengan menjalin hubungan dekat dengan Rusia. Dia juga telah mengirim pasukan Turki ke dalam konflik di Irak, Suriah dan Libya.
Kandidat oposisi, Kemal Kilicdaroglun, telah berjanji untuk lebih pro-Barat dan tidak banyak ikut campur di luar negeri.
Bagaimana Turki menangani pengungsi Suriah?
Ada sekitar 3,7 juta warga Suriah yang secara resmi terdaftar tinggal di Turki, setelah melarikan diri dari perang saudara di negara asal mereka - serupa dengan pengungsi dari negara lain seperti Afghanistan.
Presiden Erdogan mengatakan Turki "tidak dapat menangani" jumlah sebanyak itu.
Baik Erdogan maupun Kemal Kilicdaroglu menyatakan ingin "menormalisasi" hubungan dengan Suriah sehingga para pengungsi dapat dipulangkan.

Tapi itu berarti para pengungsi ini akan kembali hidup di bawah rezim otoriter Presiden Bashar al-Assad.
Bulan ini, media Turki mengutip Kilicdaroglu yang mengatakan, "Saya akan memulangkan semua pengungsi setelah saya terpilih sebagai presiden, titik".
Dia mengancam akan menarik diri dari perjanjian dengan Uni Eropa di mana Turki setuju untuk menampung jutaan pengungsi dari Suriah, mencegah mereka menyeberang ke negara-negara Uni Eropa untuk mencari suaka.
Kilicdaroglu mengatakan Uni Eropa belum memenuhi kesepakatan dari sisi mereka.
Bagaimana hubungan Turki dan Barat berubah?
Sejak Republik Turki didirikan pada tahun 1923, secara tradisional mereka telah menjadi sekutu kekuatan Barat. Turki memiliki salah satu tentara terbesar di NATO, aliansi pertahanan Barat. Negara ini juga telah mengajukan diri untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Namun, Presiden Erdogan berulang kali menggambarkan negara-negara Barat sebagai "imperialis" atau "tidak adil".

Di bawah kepemimpinannya, Turki telah mempererat hubungan dengan Rusia. Pada 2019, dia membeli sejumlah sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia. Sebagai pembalasan, AS menyingkirkan Turki dari konsorsium internasional yang mengembangkan jet tempur F-35.
Turki juga menghalangi pengajuan Swedia untuk memasuki NATO setelah invasi Rusia ke Ukraina, dengan alasan Swedia telah menyembunyikan musuh negara Turki.

Apabila Kilicdaroglu terpilih sebagai Presiden Turki, dia akan berkonsentrasi memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat, kata Galip Delay dari Chatham House, sebuah lembaga think tank untuk urusan luar negeri di London.
"Dia akan memiliki hubungan yang lebih formal dengan Barat. Kebijakan luar negeri tidak sepribadi era Presiden Erdogan, dan lebih diplomatis."
Kilicdaroglu mengatakan bahwa sebagai presiden, dia akan mengulang kembali pengajuan Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa. Dia juga akan memastikan bahwa keputusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa dipatuhi di Turki.
Tetapi dengan mengancam akan menarik diri dari kesepakatan dengan Uni Eropa untuk menampung jutaan pengungsi Suriah, dia telah menunjukkan bahwa dia juga siap untuk mengkonfrontasi kekuatan barat.
Bagaimana kebijakan Turki terkait perang Ukraina akan berubah?

Turki telah berusaha menyeimbangkan dukungan yang diberikannya kepada Rusia dan Ukraina sejak awal perang. Negara ini menolak menjatuhkan sanksi Barat terhadap Rusia, tetapi juga telah menjual drone Bayraktar tingkat militer ke Ukraina.
Turki juga telah menjadi perantara dalam kesepakatan untuk mengizinkan biji-bijian Ukraina diekspor melalui Laut Hitam ke seluruh dunia. Jika Kilicdaroglu menjadi presiden, dia mungkin kurang berpihak pada Rusia, kata Hamdullah Baycar dari Universitas Exeter.
"Dia tidak akan memiliki hubungan yang begitu dekat [dengan Rusia]," katanya.
"Tapi sekali lagi, dia juga tidak akan bermusuhan dengan Rusia."
Bagaimana hubungan Turki dengan Timur Tengah akan berubah?
Di Libya, pasukan Turki mendukung Pemerintah Persatuan Nasional - yang berbasis di ibu kota, Tripoli - melawan pasukan pemberontak di wilayah timur yang dipimpin Jenderal Haftar.
"Turki sejak lama memiliki kepentingan bisnis di Libya dan ingin melihat negara itu stabil," kata Dr Begum Zorlu dari City University di London.
Di Irak dan Suriah, pasukan Turki melawan kelompok Unit Pertahanan Rakyat (YPG) serta elemen Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah dilarang di Turki dan banyak negara lain karena dikategorikan sebagai organisasi teroris.
Pemerintah Turki mencurigai YPG mendukung PKK. Hal itu membuat AS marah, yang memandang YPG sebagai salah satu sekutu utamanya di Suriah menentang rezim Presiden Bashar al-Assad.
Kilicdaroglu mengatakan bahwa sebagai presiden, dia akan mengadopsi kebijakan luar negeri "non-intervensi".
Namun, tidak jelas apakah dia akan menarik pasukan Turki dari Irak, Suriah, atau Libya.
"Ada banyak nasionalis dalam aliansi oposisi Kilicdaroglu yang akan menentang kebijakan itu," kata Dr Zorlu.
Bagaimana hubungan Turki dengan China akan berubah?
Hubungan Turki dengan China berkisar pada perdagangan dan keuangan. Turki telah bergabung dengan Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan China demi meningkatkan hubungan perdagangan. Turki juga telah mengambil pinjaman dari China.
Pemerintahan Erdogan telah berhati-hati untuk tidak mengecewakan China dan tetap diam soal dugaan penindasan China terhadap Muslim Uyghur - meskipun mereka dianggap sebagai orang Turki.
Kilicdaroglu mengatakan bahwa sebagai presiden, dia akan membicarakan masalah ini kepada pemerintah China. Namun, Baycar tidak yakin soal itu.
"Kilicdaroglu sekarang vokal menyuarakan tentang Uyghur, tapi dia mungkin akan diam jika dia berkuasa."
Apakah kebijakan 'soft power' Turki di Afrika akan berubah?
Selama 20 tahun terakhir, Turki telah membuka kedutaan baru di banyak negara Afrika. Turki telah menggunakan kekuatan lunaknya di kawasan ini, mendirikan sekolah-sekolah dan memberikan beasiswa kepada orang Afrika untuk bersekolah di Turki.
Negara ini juga telah menjual alat-alat pertahanan, seperti drone, ke beberapa negara Afrika. Zorlu mengatakan pemerintahan Erdogan telah aktif di Afrika karena dia meneguhkan status Turki sebagai pemenang di hati negara-negara miskin.
"Presiden Erdogan telah mencoba mengumpulkan koalisi negara-negara yang merasa ditinggalkan oleh Barat," katanya.
Namun, katanya, kebijakan Turki terhadap Afrika kemungkinan besar akan tetap sama bahkan jika presidennya berganti.
Sumber: bbcindonesia.com