SIANTAR - DPRD kota Pematang Siantar dinilai terlampau terburu buru menggunakan Hak Menyatakan Pendapat untuk memakzulkan Susanti Dewayani dari jabatan Wali Kota Pematang Siantar.

Dosen FISIP USU Dr Bengkel Ginting mengatakan, tentunya Mahkamah Agung (MA) akan menilai apakah proses HMP yang dilakukan DPRD sesuai dengan peraturan perundang undangan.

Sebaliknya, jika proses tersebut tidak terpenuhi maka upaya pemakzulan tersebut akan dibatalkan dengan sendirinya.

"Hendaknya para politisi di DPRD Pematang Siantar harus mematuhi Undang-Undang," ujar Bengkel, Rabu 22 Maret 2023.

Dia menjelaskan, jika ada kebijakan kepala daerah yang berdampak luas dan strategis kepada masyarakat, DPRD sepatutnya meminta penjelasan dulu melalui interpelasi.

"Kalau hak Interpelasi tidak mendapat penjelasan yang memadai dari Wali Kota baru dapat menyatakan hak pendapat" ujar Sekretaris Magister Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara ini.

Baca juga: Praktisi Hukum Nilai Pemakzulan Susanti Tak Beralasan Hukum

Sementara itu Dosen S2 Magister Ilmu Manajemen STIE Sultan Agung, Robert Tua Siregar menilai pemakzulan Wali Kota terlalu kaku.

Ia mengatakan Kepala daerah dipilih secara langsung oleh masyarakat, yang secara langsung bertanggung jawab kepada masyarakat bukan DPRD.

Sebab mandat yang diperoleh kepala daerah sangat kuat legitimasinya, memperoleh kewenangan langsung dari rakyat.

Lanjut Robert, dampak upaya pemakzulan tersebut tentu akan mengganggu proses pemerintahan dan pembangunan.

“Tidak sedikit nantinya biaya yang dikeluarkan dalam proses mekanismenya. Membutuhkan proses panjang dan dampak yang besar untuk Kota ini," ucapnya.

Robert menyinggung upaya pemakzulan yang dilakukan DPRD pada masa kepemimpinan Wali Kota periode sebelumnya. Adapun hasilnya tersebut ditolak.

“Pihak Eksekutif juga harus menyadari apa yang kurang dan Legislatif juga harus melihat proses panjangnya dan dampaknya,” kata Robert.

Baca juga: “Plus Minus” Pemakzulan Kota Pematangsiantar