HETAMEWS. com - Negara Sudan Selatan terhimpit kemiskinan tak kunjung usai. Setelah mendeklarasikan menjadi negara merdeka dan memisahkan diri dari Sudan pada tahun 2011, warga Sudan Selatan masih terkungkung kemiskinan ekstrem.
Mengutip Global Finance Magazine, Sudan Selatan memisahkan diri dari Sudan, setelah terjadi perang saudara berkepanjangan, bahkan tercatat sebagai perang saudara terlama di Benua Afrika.
Pada tahun 2021, produk domestik bruto (PDB) Sudan Selatan bahkan hanya USD 569.41. Ketidakstabilan politik menjadi penyebab 11 juta jiwa Sudan Selatan terus bergelut dengan kemiskinan.
Dalam ulasan Global Finance Magazine, Sudan dan Sudan Selatan, memiliki potensi menjadi negara berkecukupan dari sumber minyak, serta pekerjaaan warga setempat di bidang pertanian.
Menurut laporan, Sudan Selatan memiliki cadangan minyak terbesar ketiga di Afrika Sub-Sahara dengan sekitar 3,5 miliar barel diproduksi setiap tahun. Para ahli percaya bahwa 90 persen dari cadangan gas dan minyak masih belum dimanfaatkan.
"Sudan Selatan bisa menjadi negara yang sangat kaya, itu merupakan contoh buku teks dari paradigma kutukan sumber daya, yang mencontohkan paradoks negara-negara yang kelimpahan sumber dayanya," demikian ulasan yang dikutip merdeka.com, Senin (20/3).
Alih-alih kemajuan, kesetaraan, ekonomi dan kondisi sosial di Sudan Selatan justru penuh dengan intrik politik, korupsi, kurangnya keragaman ekonomi, hingga kekerasan seksual.
Setelah Sudan Selatan dan Sudan menandatangani gencatan senjata dan perjanjian pembagian kekuasaan pada 2018, pemerintah dan partai oposisi membentuk kabinet persatuan yang dipimpin presiden Kiir dan Machar sebagai wakil presiden pertama.
Namun, kesepakatan itu tidak berjalan lama dan tidak efektif dalam hal meningkatkan standar hidup dan menyatukan masyarakat yang sudah terpecah.
Amerika Serikat bahkan juga telah menarik diri dari sistem pemantauan proses perdamaian di negara tersebut karena kegagalan memenuhi tonggak reformasi, termasuk menyusun konstitusi permanen.