JAKSEL, HETANEWS.com - Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengukapkan bahwa replik jaksa Penuntut Umum perihal status terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E sebagai justice collaborator bernuansa gamang.

Hal itu dikarenakan Jaksa Penuntut Umum menurut Partogi masih menyebut Richard Eliezer sebagai pelaku materil.

"Persidangan agenda duplik dari tanggapan penasihat hukum Bharada E atas replik Jaksa Penuntut Umum. Memang replik yang disampaikan jaksa itu ada nuansa kegamangan untuk tidak disebut sebagai penyangkalan atas Undang-Undang 31 Tahun 2014," kata Partogi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (2/2/2023).

Partogi menyebutkan dalam repliknya Jaksa Penuntut Umum menyebutkan bahwa justice collaborator mendapatkan hukuman paling ringan dari terdakwa lainnya.

Tetapi dalam replik disebut juga sebagai pelaku materil. "Karena dalam Undangan-Undang sebagai mana dikutip oleh jaksa bahwa keringanan penjatuhan pidana itu sudah diatur ada pidana percobaan, pidana khusus atau pidana paling ringan dari terdakwa lainnya," kata Partogi.

"Namun jaksa gamang masih menilai Richard Eliezer masih dalam posisi pelaku materil," jelasnya.

Adapun atas replik tersebut dalam persidangan replik Jaksa Penuntut Umum tetap berikan tuntutan 12 tahun penjara pada terdakwa Richard Eliezer.

Tuntutan untuk terdakwa Richard Eliezer yang tidak berubah. Partogi mengatakan bahwa harap terakhir ada pada Majelis Hakim dan sidang vonis terdakwa Richard Eliezer.

"Tentu harapan terakhir kita kepada Majelis Hakim untuk menerapkan hukum sebagaimana mestinya berdasarkan bukti-bukti yang sudah disampaikan pada persidangan dan Undangan-Undang yang berlaku dan rasa keadilan masyarakat," tegas Partogi.

Adapun pada persidangan replik Jaksa Penuntut Umum tanggapi pleidoi terdakwa Richard Eliezer terkait dalam UU LPSK saksi pelaku yang bekerjasama dapatkan keringanan penjatuhan pidana paling ringan diantara terdakwa lainnya.

Tanggapan tersebut disampaikan jaksa dalam sidang lanjutan terdakwa Richard Eliezer dalam agenda menjawab pledoi atau replik dari terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).

"Bahwa terkait dengan serangkaian aturan di atas kami akan tanggapi sebagai berikut dalam penjelasan pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memang menyatakan frasa penjatuhan pidana yang paling ringan diantara terdakwa lainnya," kita jaksa di persidangan.

Jaksa melanjutkan namun demikian pasal tersebut belum mengakomodir keadaan dimana saksi pelaku yang bekerjasama juga sebagai pelaku material.

"Terdakwa Richard Eliezer mempunyai peran lebih dominan dibandingkan dengan peran para terdakwa lainnya kecuali saksi Ferdy Sambo sebagai pelaku utama," sambungnya.

Kemudian dikatakan jaksa terkait pledoi dari terdakwa Richard Eliezer mendapatkan pidana paling ringan butuh kajian lebih lanjut.

"Salam rangkaian tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sehingga permohonan tuntutan kepada majelis hakim untuk penjatuhan pidana yang paling ringan terhadap terdakwa Richard eliezer pudihang lumiu diantara terdakwa lainnya perlu mendapatkan kajian mendalam," kata jaksa.

Jaksa melanjutkan bahwa kondisi tersebut menimbulkan dilema yuridis karena di satu sisi terdakwa Richard Eliezer dikategorikan sebagai seorang saksi atau pelaku yang bekerjasama dengan keberanian dan kejujuran telah berkontribusi membongkar kejahatan.

Yang direncanakan untuk membunuh korban Noviansyah Yosua Hutabarat dan juga membongkar scenario pembunuhan yang dibuat oleh pelaku utama yaitu saksi Ferdy sambo.

"Namun di sisi lain peran dari terdakwa Richard eliezer pudihang lumiu sebagai eksekutor penembakan terhadap korban Joshua perlu juga dipertimbangkan secara jernih dan objektif," tegas jaksa.

Jaksa Penuntut Umum juga menyebutkan bahwa tuntutan 12 tahun penjara untuk terdakwa Richard Eliezer sudah memenuhi rasa keadilan, termasuk penghargaan saksi pelaku yang bekerjasama.

"Kami berpendapat tinggi rendahnya tuntutan yang kami ajukan kepada majelis hakim terhadap terdakwa Richard Eliezer sudah sesuai dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan," kata jaksa di persidangan.

"Bahwa selain itu tim penuntut umum mempertimbangkan peran terdakwa Richard Eliezer sebagai eksekutor atau pelaku yang melakukan perbuatan penembakan kepada korban Noviansyah Yosua Hutabarat sebanyak 3 sampai 4 kali," sambung jaksa.

Jaksa melanjutkan sehingga berdasarkan hal tersebut tim penuntut umum menuntut terdakwa Richard Eliezer selama 12 tahun penjara.

"Tuntutan tersebut kami ajukan dengan mempertimbangkan kejujuran dalam memberikan keterangan dari terdakwa Richard Eliezer yang telah membuka Kotak Pandora sehingga terungkapnya kasus pembunuhan terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," lanjut jaksa.

Kemudian jaksa juga mengungkapkan bahwa tuntutan tersebut termasuk penghargaan saksi pelaku yang bekerjasama.

"Bahwa tim penuntut umum juga telah mempertimbangkan rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pemberian hak penghargaan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama bagi terlindung LPSK saudara Richard Eliezer," jelas jaksa.

  • Sekadar informasi dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup.
  • Kemudian Richard Eliezer alias Bharada E dituntut pidana penjara 12 tahun.
  • Sementara untuk Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf, jaksa menuntut ketiganya dengan pidana penjara 8 tahun.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada dituntut melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Kemudian dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J, enam eks anak buah Ferdy Sambo dituntut 1 hingga tiga tahun.

  • Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria dituntut pidana penjara 3 tahun.
  • Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut pidana penjara dua tahun.
  • Kemudian Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto dituntut pidana penjara satu tahun.

Mereka dijerat dengan pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada 8 Juli 2022 lalu, jaksa membagi tiga klaster terdakwa. Klaster pertama adalah pleger (pelaku) yang terdiri dari intellectual dader (pelaku intelektual) dan dader (pelaku tindak pidana).

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J ini Ferdy Sambo bertindak sebagai intellectual dader dan Richard Eliezer alias Bharada E sebagai dader.

Klaster kedua merupakan medepleger, yaitu orang yang turut serta melakukan tindak pidana. Terdakwa yang masuk dalam klaster kedua ini di antaranya Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf. Klaster ketiga, para terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan.

Baca juga: Pengacara: Penuntut Umum Keji, Tuding Perkosaan Putri Candrawathi Khayalan dan Kental Siasat Jahat