SIANTAR - Sedikitnya 10 orang warga luka luka akibat upaya pengambilalihan lahan atau okupasi yang dilakukan PTPN III Unit Kebun Bangun di area perkebunan di wilayah Kelurahan Gurilla, Siantar Sitalasari, Rabu 25 Januari 2023.
Adapun korban mengalami luka ringan dan luka berat akibat kekerasan diduga dilakukan puluhan security kebun. Saat ini, 10 orang korban telah melaporkan dugaan penganiayaan ke Polres Pematang Siantar.
Kasus kekerasan tersebut bukan kali pertama terjadi. Sejak Januari 2023, setidaknya ada 3 kali bentrokan antara warga dengan security kebun.
Adapun diawali pada Sabtu 14 Januari 2023, saat warga menghadang alat berat yang masuk menuju pemukiman warga.
Baca juga: Lagi, Warga Gurilla Dianiaya Security Kebun PTPN III
Peristiwa itu mengakibatkan 1 orang warga luka luka dan seorang security mengaku mengalami luka bakar. Buntut peristiwa ini kedua belah pihak saling lapor.
Selanjutnya pada Sabtu 21 Januari 2023, PTPN III Unit Kebun Bangun kembali menerjunkan Ekskavator ke lahan pemukiman warga.
Baca juga: Tiga Rumah Warga Bukan Penerima Ganti Rugi Diratakan PTPN III
Warga yang berupaya menghalangi, tak mampu bertahan. Akhirnya 3 rumah diantaranya 1 posko, 1 rumah sedang direnovasi dan 1 rumah rata dengan tanah.
Warga tidak tinggal diam lalu melaporkan peristiwa ini ke pihak kepolisian. Namun pengaduan mereka belum diproses, karena menurut polisi tidak cukup bukti terutama surat surat kepemilikan tanah.
Divisi Advokasi Front Gerilyawan Siantar [FGS], Parluhutan Banjarnahor menyayangkan Wali Kota Siantar tidak hadir dalam menyelesaikan kasus ini. Padahal para korban merupakan warga asli Pematang Siantar.
“Selama kasus ini bergulir, Wali Kota Siantar tidak pernah hadir. Padahal korban sudah berjatuhan. Kami berharap Wali Kota tidak boleh berdiam diri, ini juga kasus yang perlu diselesaikan,” kata Banjarnahor kepada Hetanews, Kamis (26/1).
Ia mengatakan rentetan kasus penganiayaan, pengrusakan rumah dan kebun warga terjadi saat Forum Tani Sejahtera Indonesia [Futasi] menolak program ganti rugi [Sugu Hati] dari PTPN III.
Saat ini, kata dia, warga memilih bertahan dan mengolah lahan untuk kelangsungan hidup. Disamping itu warga juga berupaya meminta keadilan, namun upaya mereka sampai saat ini belum mendapat perhatian pemerintah.
“Selama ada persoalan ini Wali Kota, DPRD dan unsur Forkopimda tidak pernah peduli. Padahal para korban ini sudah terancam,” ucapnya.
Dia menyebut, selama 3 kali peristiwa bentrokan dengan warga, aparat keamanan dari Polres Pematang Siantar juga tidak pernah hadir untuk mengantisipasi tindakan kerusuhan.
Baca juga: Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Kecam Okupasi Lahan Dengan Melibatkan TNI Polri
Akibatnya, aksi brutal security kebun terhadap warga terus terjadi. Warga dan security diperhadapkan dalam konflik horizontal, sementara pokok persoalan tidak dihadirkan dalam dialog.
Pihaknya juga menyayangkan DPRD Pematang Siantar yang tak kunjung membuka rapat dengar pendapat untuk menyelesaikan kasus ini. Padahal persoalan ini dianggap sangat urgen.
“Saat okupasi pertama, ratusan Polisi dan TNI diturunkan. Sekarang, polisi tidak pernah turun padahal banyak yang terluka. Kita curiga ini disengaja,” ucapnya.
Ketua Futasi Dianiaya
Koordinator Divisi Advokasi FGS Gifson GP Aruan mengatakan, peristiwa bentrokan antara security warga berawal dari puluhan security mendatangi rumah warga dengan menghancurkan tanaman.
Selain ekskavator, disebut Security membawa batu, kayu, rotan hingga belati. Bentrokan pun pecah. Terjadi saling dorong dan aksi pemukulan.Security mundur dan hujan lemparan kepada warga terjadi.
“Ada 10 korban yang melapor. Korban mayoritas Ibu ibu, Mahasiswa dan satu orang anak,” ujar Gifson.
Salah satu korban yang mengalami luka cukup parah adalah Ketua Futasi Tiomerli Sitinjak. Wanita itu dianiaya hingga mata kirinya lebam membiru dan tempurung kepalanya mengalami benturan
Selain Tiomerli, salah seorang Mahasiswa bernama Mario Gloryes Situmorang yang mendampingi warga dikeroyok oleh security. Gambaran aksi brutal ini juga terlihat dalam rekaman video.
“Akibat peristiwa ini puluhan masyarakat dan mahasiswa terluka, anak anak ketakutan di bawah lemparan kayu dan batu dan ada security yang membawa belati di kaki,” kata Gifson.
Front Gerilyawan Siantar, kata Gifson, mendesak Kapolri mengambil alih kasus ini karena menganggap Polres Pematang Siantar tidak mampu menjaga keamanan.
“Karena sudah berulang kali pihak PTPN III melakukan tindak pidana kekerasan terhadap masyarakat kita Pematangsiantar,” tutup Gifson.
PTPN III Lapor Balik
Sementara itu, pihak PTPN III Unit Kebun Bangun melaporkan kerusakan kaca pintu Excavator yang pecah saat bentrokan yang terjadi pada, Rabu.
Laporan ini tercatat STTLP/B/35/I/2023 Polres Pematang Siantar. Adapun Sudarmawan selaku operator alat berat sebagai pelapor atas kejadian ini.
Keterangan yang dihimpun dari pihak kebun, warga merusak pintu ekskavator dengan cara melempar dengan batu dan kayu.
Joni menuturkan, peristiwa itu berawal saat security mengawali pembersihan lahan HGU PTPN III Unit Kebun Bangun di Gurilla.
Tiba tiba warga penggarap mencoba menghadang pergerakan eskavator yang sedang melintas. Warga melempari alat berat dengan batu dan kayu, mengakibat kan kaca excavator pecah.
Reporter: Hendra Ginting, Andi Balner| Editor: Gideon