JAKARTA, HETANEWS.com - Terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Hendra Kurniawan dicecar hakim soal pengamanan CCTV di Duren Tiga.
Hakim mempertanyakan kenapa CCTV di luar rumah ikut dicek dan diamankan padahal peristiwa pembunuhan Brigadir J terjadi di dalam rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Tadi suadara menyampaikan bahwa peristiwa Duren Tiga sudah ditangani penyidik. Pertanyaan adalah peristiwa di situ apakah tidak satu kesatuan. Kenapa tidak koordinasikan biar dilaksanakan penyidik saja," tanya Majelis Hakim kepada Hendra Kurniawan di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).
Mendengar pertanyaan hakim, Hendra Kurniawan mengungkap saat itu kasus masih berstatus penyelidikan. Propam dan Paminal menurutnya tidak memiliki wewenang melakukan olah Tempat kejadian Perkara (TKP).
"Ketika itu sudah dilakukan olah TKP oleh penyidik itu sudah jadi tanggung jawab penyidik. Kita pun tidak cawe-cawe tetapi kalau yang di luar CCTV yang disuruh cek dan amankan (Oleh Ferdy Sambo) ranahnya masih penyelidikan," kata Hendra Kurniawan.
Lalu Majelis Hakim mempertanyakan kejadian tembak menembak di dalam rumah Ferdy sambo. Hakim kembali mempertanyakan mengapa yang dicek CCTV di luar rumah.
"Loh peristiwanya kan di dalam rumah. Peristiwa antar anggota. Apa lagi yang mau dicari peristiwa antar anggota tembak menembak memangnya ada di luar?" tanya Majelis Hakim.
Hendra Kurniawan menjawab semua bahan baik itu berupa data, fakta, informasi dan keterangan itu yang harus digali.
"Yang sifatnya bisa membantu penyelidikan. Membuat terang suatu peristiwa," jawab Hendra.
Lalu Majelis Hakim kembali bertanya saksi-saksi yang diperiksa Biro Provos ke Paminal pada malam hari setelah tewasnya Brigadir J di Duren Tiga apakah itu tidak cukup.
"Artinyakan dari fungsi paminal dari penyelidikan mestinya sudah cukup, penyelidikan di dalam itu. Kalau saat itu saudara perintahkan untuk skrening CCTV," kata Mejelis Hakim.
Sebelumnya dalam persidangan Hendra Kurniawan mengungkapkan perintah dirinya untuk mengecek dan mengamankan rekaman CCTV dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sudah sesuai arahan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Hal ini diutarakan eks Karo Paminal Divisi Propam Polri itu saat bersaksi untuk terdakwa Agus Nurpatria dan Arif Rachman Arifin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).
Awalnya, tim kuasa hukum Agus Nurpatria bertanya kepada Hendra apakah cerita soal pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo itu sudah meyakinkan apa tidak.
Hendra menjawab saat itu semua yang diceritakan Ferdy Sambo dipercayainya karena cerita tersebut juga diceritakan ke Kapolri. Cerita itu, kata Hendra, diceritakan ke Kapolri pada hari kejadian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tewas ditembak.
"Pada saat itu ya, ya semua kita percaya, bagaimana tidak percaya, karena kan sudah dilaporkan juga ke pimpinan Polri, dilaporkan ke pimpinan Polri yang percaya sama cerita FS itu," kata Hendra.
Selanjutnya, tim kuasa hukum Agus yang lain bertanya mengenai perintah mengecek dan mengamankan CCTV yang diperintahkan Ferdy Sambo itu apakah sudah sesuai dengan prosedural.
"Di dalam SOP Biro Paminal dalam pelaksanaaan tugasnya itu hal yang wajar utk menscreening, mendeteksi, memfilter artinya itu sebelum dilakukan tindakan cek dan amankan itu," ucap Hendra.
"Pada tanggal 8 Juli Pak FS memberikan perintah cek dan amankan, tanggal 8 masih sah menjabat Kadiv Propam ya pak?" tanya kuasa hukum.
"Masih sah," tutur Hendra.
"Perintah cek dan amankan adalah perintah wajar dan tidak melanggar hukum?" ucap kuasa hukum.
"Perintah wajar dalam kedinasan," singkat Hendra.
Bahkan, Hendra mengamini jika perintah cek dan amankan CCTV tersebut sudah sesuai dengan arahan Kapolri.
"Kemudian surat perintah itu pak Agus menjalankan tugas yang saudara saksi arahkan yaitu cek dan amankan CCTV juga di tanggal 9?" ucap kuasa hukum.
"Semuanya masuk dalam rangkaian penyidikan," tutur Hendra.
"Kemudian masih di tanggal 8, saudara saksi tadi menyatakan dipanggil oleh pimpinan, pimpinan disini siapa?" ucap kuasa hukum.
"Ya bapak Kapolri," beber Hendra.
"Apakah bapak Kapolri ada perintah ke saksi?" tanya kuasa hukum.
"Ada perintah kepada kita berdua (Agus Nurpatria) sama pak Benny Ali supaya ini ditangani secara profesional dan prosedural tidak melihat kejadiannya di rumah Kadiv Propam," ucap Hendra.
"Saya lanjutkan dengan perintah saksi ke agus cek dan amankan cctv, apakah perintah itu masih sesuai dengan arahan bapak Kapolri secara profesional?" tegas kuasa hukum.
"Profesional dan prosedural, iya," jelas Hendra.
"Masih ya masih sesuai?" ungkap jaksa seraya dengan anggukan Hendra.
Untuk informasi, Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J. Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Sumber: tribunnews.com