JAKARTA, HETANEWS.com - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati membantah harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dijual pihaknya masih disubsidi pemerintah. Meskipun, dia akui, harganya masih diintervensi pemerintah supaya tidak mengikuti pergerakan harga minyak dunia.

Nicke menjelaskan, intervensi harga yang dilakukan pemerintah terhadap Pertamax itu semata supaya dampak gejolak harga minyak dunia tidak langsung direspons masyarakat dengan cara berbondong-bondong berailh ke Pertalite. Karenanya, Pertamina yang menanggung selisih harganya.

"Khusus Pertamax, selisihnya itu yang menanggung Pertamina, jadi tidak diganti (pemerintah)," kata Nicke saat rapat kerja dengan Komisi VI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 8 September 2022.

Nicke mengatakan, selisih antara harga pasaran dengan harga yang dijual terhadap Pertamax harus ditanggung sendiri oleh Pertamina. Sebab, berdasarkan regulasinya, Pertamax tidak termasuk ke dalam Jenis BBM Tertentu (JBT) maupun Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), melainkan Jenis BBM Umum (JBU).

Ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Sesuai dengan aturan itu, maka Harga Jual Eceran JBU ditetapkan oleh Badan Usaha, namun pemerintah menetapkan formula Batas Atas sebagai upaya pengendalian harga di konsumen.

"JBT solar, JBKP adalah pertalite, jadi untuk pertamax JBU secara aturan. Tapi kalau itu disesukan ke harga pasar, itu akan semua pindah ke pertalite," ujar Nicke.

Nicke mengatakan, biaya yang ditanggung untuk menjual Pertamax ini pun murni dialokasikan dalam anggaran perseroan, karena tidak adanya subsidi silang. Ini katanya harus ditanggung pertamina karena Pertamina merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Enggak ada subsidi silang, dan sebagainya, itu kita lakukan. Itulah BUMN, yang membedakan. Karena kita harus juga menjaga daya beli masyarakat. Itu beban Pertamina," ucap Nicke.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah terpaksa ikut menyubsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax sepanjang tahun ini. Padahal BBM jenis Pertamax milik PT Pertamina (Persero) bukan jenis BBM bersubsidi.

Sri Mulyani mengatakan, subsidi diberikan karena tekanan harga minyak dunia yang terus melambung tinggi diluar proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2022 maupun proyeksi dari Energy Information Administration (EIA) serta konsensus pasar.

"Jadi bahkan Pertamax sekalipun yang dikonsumsi oleh mobil-mobil biasanya bagus, berarti pemiliknya mampu, itu setiap liternya dapat subsidi," kata dia saat konferensi pers, Jumat, 26 Agustus 2022.

Berdasarkan APBN yang telah ditetapkan dalam Perpres 98 Tahun 2022 dia mengatakan, proyeksi harga minyak mentah Indonesia atau ICP hanya US$ 100 per barel, dan proyeksi EIA US$ 104,8 per barel serta proyeksi konsensus US$ 105 per barel. Padahal realisasi harga minyak mentah dunia brent, kata diam sudah di level US$ 108,9 pada Juli 2022 sedangkan ICP US$ 106,7 per barel.

Dengan kondisi ini, maka kata dia, harga keekonomian Pertamax atau harga di pasar seharusnya sebesar Rp 17.300 per liter, sedangkan berdasarkan harga jual eceran yang digunakan Pertamina hanya sebesar Rp 12.500 per liter.

Artinya selisih harga Pertamax ini ditanggung pemerintah untuk mencegah tekanan harga di masyarakat sebesar Rp 4.800 per liter. "Jadi itu setiap liternya dapat subsidi Rp 4.800," kata Sri Mulyani.

Sumber: tempo.co