SUBANG, HETANEWS.com - Fakta baru kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang, yakni Tuti Surhartini (55) dan anaknya, Amalia Mustika Ratu (23).
Polisi disebut menemukan deoxyribonucleic acid (DNA) di lokasi kejadian. Hal ini disampaikan Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Pol Benny Mamoto
Seperti diketahui, ibu dan anak itu tewas di dalam bagasi mobil Alphard yang diparkir di dalam garasi rumah mereka di Subang, Jawa Barat, pada 18 Agustus 2021.
Benny mengatakan, meski sudah ditemukan DNA di lokasi kejadian, tapi sampai saat ini belum diketahui pemilik DNA itu. Bisa saja milik pelaku ataupun orang lain.
DNA tersebut ditemukan bukan di hari pada saat kejadian. Meski telah mendapatkan DNA di tempat kejadian perkara, yang menjadi kendala adalah tidak adanya DNA pembanding.
"Sudah ditemukan DNA di TKP. Namun, kendalanya tidak ada pembanding," ujar Benny saat diwawancarai Aiman Kompas TV.
Benny menjelaskan data DNA pembanding tersebut memang sulit didapatkan. Jika data base DNA atau DNA pembanding sudah ada, maka dengan mudah kepolisian dapat mengidentifikasi siapa saja yang ada di TKP.
Selanjutnya prosedur data saintifik DNA itu dapat dikaitkan dengan alibi, hubungannya dengan korban, hingga dapat mengerucut kepada terduga pelaku.
Sebelumnya diberitakan, Tuti Suhartini (55) dan anaknya, Amalia Mustika Ratu (23), ditemukan tewas di Subang, Jawa Barat, pada 18 Agustus 2021.
Ibu dan anak itu ditemukan tewas di dalam bagasi mobil Alphard mereka yang diparkir di garasi rumah. Hingga sembilan bulan kasus ini bergulir, belum ada satupun tersangka yang ditetapkan pihak kepolisian.
Disorot
Komisi Kepolisian Nasional atau disingkat Kompolnas kembali menyoroti kasus Subang atau kasus pembunuhan ibu dan anak di subang dengan korban Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu.
Hampir 9 bulan, kasus perampasan nyawa ibu dan anak di Subang itu belum terungkap. Kematian Tuti Suhartini (55) dan Amalia Mustika Ratu (23) yang ditemukan dalam bagasi mobil Alphard pada (18/8/2021) lalu masih misteri.
Padahal, sejauh ini kasus Subang itu sudah ditangani penyidik Polres Subang, hingga akhirnya diambil alih Polda Jabar hingga didampingi Bareskrim Polri.
Jalan panjang penyidikan itu bergulir, Kompolnas masih mengawasi kinerja kepolisian terkait kasus Subang tersebut. Hal ini diungkapkan Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol Benny Mamoto, pengawas kinerja Polri.
Irjen Pol Benny Mamoto mengaku pihaknya masih turut mengawal kasus Subang tersebut. Kompolnas tak henti memantau perkembangan penyidikan dari Polda Jabar, terkait perkembangan kasus Subang.
“Tentunya kami dari Kompolnas selalu mengawal kasus ini,”
“Kami selalu menanyakan kepada pihak Polda Jabar, sejauh mana penyelidikannya, perkembangannya dan sebagainya,” ujar Ketua Harian Kompolnas, Irjen Pol Benny Mamoto, dikutip Tribunjabar.id dari Kompas TV, Kamis (12/5/2022).
Benny Mamoto menjelaskan bahkan beberapa hari yang lalu pihaknya melakukan pengecekan. Lalu, Ketua Harian Kompolnas itu menyebut kasus Subang tersebut belum ada kemajuan yang signifikan.
Secara pendekatan saintifik, Benny menjelaskan proses penyelidikan sudah dilakukan secara optimal. Ia menjelaskan pihaknya sudah berdiskusi dengan pihak-pihak terkait yang menangani kasus rajapati tersebut.
Lantas, Benny mengungkap sudah ditemukannya DNA di TKP. Namun, ia menjelaskan fakta dalam penemuan DNA tersebut terkendala karena belum ditemukan pembandingnya.
DNA di TKP yang dimaksud merupakan DNA milik korban, dan tak menutup kemungkinan juga milik pelaku. Adapun DNA yang ditemukan di TKP itu pun milik orang lain dan bukan di hari pada saat kejadian.
Benny menjelaskan data DNA pembanding tersebut memang sulit didapatkan. Demikian, jika data base DNA atau DNA pembanding sudah ada maka dengan mudah kepolisian dapat mengidentifikasi siapa saja yang ada di TKP.
Selanjutnya prosedur data saintifik DNA itu dapat dikaitkan dengan alibi, hubungannya dengan korban hingga dapat mengerucut kepada orang yang diduga sebagai pelaku. Ketua Harian Kompolnas itu mengatakan adanya kendala lainnya. Satu di antaranya yakni rekaman CCTV.
“Memang ada keterbatasan soal CCTV yang ada di jalan raya, kemudian jaraknya, ketajaman kameranya itu menjadi kendala tersendiri,” ujarnya.
Selain keterbatasn CCTV, Benny juga mengatakan keterbatasan para saksi. Demikian, itulah menurutnya beberapa faktor yang menjadi penyebab penyidikan kasus Subang tersebut lambat. Namun, Benny menegaskan bahwa di sisi lain kepolisian berhati-hati untuk menetapkan tersangka.
Hal ini karena perlunya dua alat bukti, perlu diuji melalui gelar perkara di depan wasidik. Setelah semua elemen tersebut yakin, maka kasus akan naik ke penyidikan dan penetapan tersangka.
Isu Kasus Subang Bakal Jadi Cold Cases
Memasuki bulan ke 9, kasus perampasan nyawa ibu dan anak di Subang masih belum terpecahkan. Lamanya pengungkapan kasus Subang, tak jarang membuat publik terutama keluarga korban resah.
Sementara pihak keluarga korban pun bersabar menantikan kasus rajapati Tuti Suhartini (55) dan Amalia Mustika Ratu (23) agar terungkap.
Di sisi lain, panjangnya perkembangan kasus Subang tersebut menimbulkan berbagai opini. Bahkan timbul berkurangnya rasa kepercayaan publik kepada penyidik dalam mengungkap kasus Subang tersebut.
Hingga kini mencuat isu kasus Subang bakal menjadi Cold Cases. Adapun Cold Cases merupakan kasus yang penanganannya tertunda hingga pada akhirnya, kasus tersebut menjadi dingin, bahkan cenderung tidak diurus lagi.
Kini, isu Cold Cases dibahas dalam wawancara jurnalis Kompas TV, Aiman bersama seorang pakar kriminologi.
Lantas benarkah kasus Subang tersebut akan menjadi Cold Cases ?
Menanggapi kasus Subang bakal jadi Cold Cases tersebut, pakar kriminologi UI, Adrianus Meliala angkat bicara. Adrianus Meliala, pakar kriminologi itu menilai kasus Subang tidak mengarah pada hal tersebut.
Menurutnya sebuah kasus menjadi dingin pun membutuhkan cara baru untuk mengungkapkannya.
“Jadi kalau kita bicara mengenai pengalaman di organisasi kepolisian di negara-negara barat sebagai contoh, di sana ada satu Direktorat yang disediakan untuk itu, Direktorat Cold Cases,” ujar pakar kriminologi UI, Adrianus Meliala, dikutip Tribunjabar.id dari Kompas TV, Kamis (12/5/2022).
Ia mencontohkan Cold Cases di negara-negara barat tetap ditangani dengan cara baru. Adrianus menjelaskan kasus dingin dilakukan dengan proses kerja yang tidak dikejar-kejar waktu, ditangani oleh para penyidik terbaik dan dana yang unlimited.
Kemudian pakar kriminologi itu membandingkan dan menilai kepolisian dan penyidik yang menangani kasus Subang tersebut ada di bawah tekanan.
Ia berharap polisi pun belajar dari pengalaman masa lalu. Menurutnya, ketika polisi berada di bawah tekanan, justru yang terjadi adanya penyimpangan.
“Jangan sampai salah tangkap ya, jangan sampai karena dikejar waktu lalu menangkan sembarangan, kurang lebih seperti itu?” tutur Aiman memastikan.
Demikian, menurut Adrianus Meliala, terkait isu kasus Subang jika benar menjadi Cold Cases maka perlu ditangani secara khusus.
Ia mengatakan kasus tersebut tak perlu dikejar waktu, tanpa batas anggaran, sehingga kepolisian sepenuhnya bekerja demi kesempurnaan terungkapnya kasus Subang tersebut.
Sumber: tribunnews.com