SIMALUNGUN, HETANEWS.com - Warga mengeluh tumpukan sampah berserakan di bahu jalan di beberapa lokasi destinasi wisata Danau Toba Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.
Sampah berasal dari limbah rumah tangga itu berupa plastik hingga sampah organik. Sampah dibuang di pinggir jalan lantaran fasilitas pembuangan sampah tidak disediakan pemerintah.
Salah satu lokasi yang terdapat tumpukan sampah yakni di Jalan Sisingamangaraja atau wilayah pemukiman 'Selamat Datang'.
Salah seorang warga setempat mengaku jika sampah menumpuk sudah hampir dua pekan lamanya. Menurut dia, penyebabnya karena petugas kebersihan tak kunjung datang.
Belakangan warga mulai mengeluh karena aroma sampah menimbulkan bau tak sedap, dan pemandangan yang kotor.
"Sudah hampir dua minggu sampah di lokasi kampung Selamat Datang ini tidak pernah diambil oleh truk sampah. Setiap saat kami keluhkan bau tak sedap, belum lagi pada pagi hari sampah berserak di pinggir jalan karena ditarik oleh Anjing liar," kata boru Sinaga kepada Hetanews, Selasa (12/4/2022).
Ia mengaku membayar retribusi sampah sebesar Rp 5000 setiap bulan, namun sampah tidak diangkat sesuai dengan jadwal.
"Padahal kami bayar retribusi sampah 5000 rupiah per bulannya, harusnya mobil sampah lewatlah sekali seminggu biar sampah di pinggir jalan ini selalu steril tidak mengganggu keindahan pinggir jalan Nasional," ungkapnya.
Penjelasan camat
Camat Girsang Sipangan Bolon Maruwandi Yosua Simaibang merasa heran banyak sampah di pinggir jalan umum namun tak ada rumah penduduk.
Menurut dia, sampah sampah itu tak sampai 2 minggu berserakan di lokasi sebab dirinya mengamati jalan tersebut sebelumnya.
"Tidak benar apabila sampai dua minggu tidak diangkat sampah, sebab saya selalu atensi bagi truk kebersihan yang melintas untuk membuang, sekaligus mengangkut tumpukan sampah di badan jalan nasional. Sebab saya berkeliling untuk melihat hal tersebut," katanya.
"Bagaimana bisa masyarakat membuang sampah di bahu jalan padahal tidak diperbolehkan membuang dilokasi tersebut, perlu kesadaran masyarakat akan hal dimaksud," kata Yosua menambahkan.
Tak semua dicover
Ia mengatakan, beberapa lokasi pemukiman misalnya dari simpang Rumah Sakit Mini ke simpang Jalan Gotong Royong (Lapangan Golf) bukan wilayah tanggung jawab oleh Petugas Kebersihan.
Ia menegaskan, pihak kecamatan tidak mengutip biaya retribusi sampah sebesar Rp 5000 dari masyarakat, sehingga banyak lokasi yang tidak dapat dicover oleh petugas Kebersihan yang jumlahnya tergolong sedikit.
"Kami tidak kutip retribusi karena memang kami tidak dapat cover semua lokasi tersebut disebabkan keterbatasan SDM petugas kebersihan dan truk pengangkut sampah," ujar Simaibang.
Ia juga membeberkan jumlah retribusi yang dibebankan kepada Rumah Tangga dan produksi sampah dari Parapat yang tidak sebanding dengan biaya operasional.
"Kami hanya bebankan kepada masyarakat Rp. 2500 pernbulan kepada setiap Rumah Tangga, Sedangkan produksi sampah minimal 20 - 30 Ton per hari di Kota Parapat," katanya.
Menurut Simaibang persoalan sampah di Parapat butuh penyelesaian yang komprehensif. Disamping itu dirinya juga mengakui adanya keterbatasan dari pemerintah.
"Oleh sebab itu, dengan berbagai keterbatasan dari pihak pemerintah dan petugas kebersihan tetap berupaya mengangkut sampah pelaku usaha, sampah RT, sampah lingkungan pendidikan, lingkungan kesehatan, RTP Pantai Bebas, Penatapan seluruhnya, Pantai Kasih dan masih banyak kawasan lainnya," ujar Simaibang.
Komentar