JAKARTA, HETANEWS.com - Komisi Yudisial (KY) telah merampungkan proses seleksi wawancara hari pertama yang dipimpin oleh Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata terhadap beberapa Calon Hakim Agung (CHA) pada kamar hukum pidana yang digelar Selasa (3/8) kemarin.

Namun demikian, Koalisi Pemantau Peradilan menemukan adanya sejumlah masalah pada pelaksanaan yakni para panelis dinilai tidak mengajukan pertanyaan yang profesional kepada para CHA.

"Seperti menunjukkan sikap tidak respek terhadap para CHA dengan menunjukkan ekspresi garang. Namun, pada saat yang bersamaan, tidak menukik kepada pertanyaan-pertanyaan yang mendalami kompetensi minimum yang dibutuhkan oleh CHA, seperti integritas dan kapabilitas," kata salah satu anggota koalisi, Julius Ibrani, melalui keterangan tertulis, Rabu (4/8).

Selain itu, koalisi juga menyoroti proses pendalaman profil berupa klarifikasi rekam jejak setiap calon hakim agung yang dalam wawancara kali ini malah dilakukan secara tertutup. Padahal dari 24 calon yang lolos tahap wawancara ada sejumlah catatan patut dipertanyakan seperti kekayaan yang dinilai tidak wajar serta dugaan perilaku yang tidak profesional.

"Publik tidak bisa lagi mengetahui proses klarifikasi terhadap data-data atau informasi yang bersifat publik yang dimiliki CHA. Hal itu tentu saja sebuah kemunduran proses seleksi dibandingkan proses-proses seleksi sebelumnya yang lebih terbuka dan transparan," ujarnya.

Oleh karena itu, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menuntut Komisi Yudisial agar lebih serius dalam proses wawancara selanjutnya yang dilakukan kepada 24 CHA dari 15 orang calon hakim agung memilih kamar pidana, 6 orang kamar perdata dan 3 orang kamar militer.

"Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi Komisi Yudisial untuk menggali lebih dalam terkait kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon," pintanya.

Pasalnya proses tranparan seharusnya menjadi perhatian bagi Komisi Yudisial, mengingat amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan peran Komisi Yudisial sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Oleh karena itu, berikut desakan dari Koalisi Pemantau Peradilan kepada Komisi Yudisial untuk:

1. Melakukan proses wawancara dengan memberikan pertanyaan yang bermanfaat untuk menguji kompetensi CHA dan bukan pertunjukan kegarangan.
2. Memilih CHA yang memiliki profil berupa kompetensi yang mumpuni dan integritas yang baik.
3. Menelusuri rekam jejak, termasuk dari sumber LHKPN para CHA agar bisa memastikan bahwa CHA yang terpilih memiliki rekam jejak yang bersih dan berintegritas.
4. Memilih CHA dengan mempertimbangkan semua hasil penilaian tahapan seleksi.
5. Memastikan CHA yang terpilih memiliki pemahaman dan komitmen terhadap hak asasi manusia dan keberpihakan pada kelompok rentan dan minoritas
6. Tidak meloloskan CHA yang memiliki rekam jejak buruk dan tidak berintegritas.

Komisi Yudisial sedang menggelar seleksi kepada Calon Hakim Agung, yang terbagi untuk Kamar Pidana terdapat 15 peserta yang lolos tahap tiga, yakni Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Adly, Artha Theresia Silalahi, Aviantara, Catur Irianto, Dwiarso Budi Santiarto, Eddy Parulian Siregar, Hermansyah, Hery Supriyono, Jupriyadi, Prim Haryadi, Subiharta, Suharto, Suradi, dan Yohanes Priyana.

Selanjutnya, untuk Kamar Perdata terdapat enam peserta yang dinyatakan lolos, yakni Berlian Napitupulu, Ennid Hasanuddin, Fauzan, Haswandi, Mochammad Hatta, dan Raden Murjiyanto. Sedangkan untuk Calon Hakim Agung untuk Kamar Militer, yakni Brigadir Jenderal TNI Slamet Sarwo Edy, Brigjen TNI Tama Ulinta Boru Tarigan dan Brigjen TNI Tiarsen Buaton.

sumber: merdeka.com