Siantar, hetanews.com - Banjir yang melanda Kota Siantar, beberapa hari lalu, mencatat sejarah. Hal itu diduga akibat minimnya pengawasan pihak Pemko Siantar, apalagi dalam penegasan tata ruang wilayah.
Sebelumnya, kejadian ini pernah terjadi di Siantar, pada tahun 2017, lalu, yang juga menelan korban jiwa.
Selain korban jiwa, dampak banjir di Tanjung Pinggir dan Tanjung Tongah, juga merusak sejumlah rumah warga.
Pemko seakan tidak perlu untuk mengevaluasi kinerjanya, dan akhirnya masyarakat menjadi korban kemurkaan alam.
Minimnya pengendalian dan pengawasan terhadap pemanfaatan sumber daya alam (SDA), juga nyaris tidak ada sama sekali.
Padahal, pengendalian tersebut mampu meminimalisir terjadinya musibah banjir.
Nico Sinaga, seorang pegiat (aktivis) lingkungan, di organisasi Sahabat Lingkungan (SaLing), menyampaikan kekecewaannya.
Baca juga: Tanjung Pinggir yang Terparah, 58 Rumah Terkena Banjir
Dia mengatakan, kalau tongkat kepemimpinan Wali Kota Siantar, Hefriansyah, terhenti, karena dianggap tidak mampu menyelesaikan persoalan masyarakat, terutama di bidang lingkungan hidup.
"Saya pernah menelusuri daerah sungai Tanjung Pinggir. Kita menemukan adanya galian C yang diduga tidak memiliki izin. Di lokasi tersebut tampak alat berat sedang beroperasi dan beberapa truk pengangkut tanah sedang beroperasi,"ujarnya, Selasa (14/7/2020).
Menurutnya, aktifitas galian C di daerah Tanjung Pinggir itu, juga memiliki peran mendatangkan banjir, hingga menelan korban jiwa.
"Sebelum adanya galian C di daerah itu, semuanya berjalan dengan baik. Daerah Tanjung Pinggir secara teritorial, berada di dataran rendah. Jadi, perlu penahan air, seperti kelestarian hutan dan kekokohan tanah. Kita lihat aja di sana, ada galian tanah urug yang mengeruk habis,"ujarnya.
Nico meminta kepolisian agar menindak tegas galian C, di Tanjung Pinggir tersebut. Karena menurutnya, galian C di Tanjung Pinggir, salah satu penyumbang musibah banjir.
"Galian C yang tidak memiliki izin itu, salah satu penyumbang musibah banjir. Kita minta keseriusan pihak Kepolisian untuk menindak tegas perbuatan tindak pidana yang telah diatur di dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," tegasnya.
Sebelumnya, Dinas ESDM Wilayah III Provinsi Sumatera Utara, merilis, hanya ada sepuluh izin usaha, di Kabupaten Simalungun. Dan untuk di Kota Siantar, tidak ada sama sekali izin galian C.
Komentar