Siantar, hetanews.com - Praktisi hukum Reinhard Sinaga, SH akhirnya buka mulut setelah dituding kurang paham tentang KUHAP oleh Kajari Siantar Ferziansyah Sesunan. Pernyataan liar itu pun dibalas Reinhard hingga menyerukan semua pihak mengawal perkara yang ada di Korps Adhyaksa itu hingga ke persidangan nantinya.

Semula pengacara muda itu mengkritik pernyataan Ferziansyah menyebut ia seorang profesor hukum dan tidak disiplin saat mengenyam ilmu pendidikan. Pernyataan ini dilontarkan saat temu pers di Kantor Kejari Siantar, beberapa hari lalu. Reinhard menegaskan kalau pernyataan itu keliru. "Bahwa saya bukan profesor hukum tapi praktisi hukum," ujarnya.

Alumnnus FH USI itu kemudian membeberkan pemahamannya mengenai penegakan hukum yang semestinya diatur dalam KUHAP. Hal ini untuk membalas tudingan kurang paham soal penegakan hukum kasus dugaan korupsi yang menyeret dua pejabat Dinas Kominfo Siantar.

Dikatakan, berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 2 KUHAP menyatakan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yg terjadi dan guna menemukan tersangka.

Lebih lanjut ketentuan Pasal 1 angka 14 menyatakan tersangka adalah seorang yang karna perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Lalu Pasal 17 soal perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Dalam ketentuan pasal 20 ayat (1) KUHAP menyatakan untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.

Mengenai jangka waktu penahanan diatur dalam ketentuan Pasal 29 KUHAP menyatakan pada ayat (1) dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut pada pasal 24, 25, 26,28 guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tindak tidak dapat dihindarkan karna:

(1) tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yg berat, yg dibuktikan dengan surat keterangan dokter. (2) perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 tahun atau lebih.

Pada ayat (2) perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lm 30 hari dan dalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat di perpanjang lagi untuk paling lama 30 hari.

Mengenai dua pejabat yang ditetapkan tersangka dan tidak ditahan oleh penyidik, menurutnya bunyi Pasal tersangka korupsi didakwa melanggar pasal 1 dan 2 UU No.30 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang tindakan pidana korupsi dengan ancaman hukuman kurungan 20 tahun.

"Apakah tersangka tidak memenuhi pasal 21 ayat 4 sehingga tidak ditahan. (Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman penajara 5 tahun atau lebih).

Mari kita lihat tindak pidana Narkotika, UU No.35 tahun 2009, bila penyidik menetapkan tersangka Narkotika, ada dibiarkan ditahan?," ujarnya kepada hetanews, Jumat (26/7).

Reinhard menerangkan UU No 35 Tahun 2009 dengan UU No 2001 tentang tindak pidana korupsi sama-sama tindak pidana extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) hukumannya 5 tahun atau lebih.

"Ini yang saya maksud diskriminasi hukum penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh penjabat yang diberi wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan sengan cara yang diatur dengan UU," bebernya.

Dalam penerapannya, lanjutnya, hukum memerlukan suatu kekuasaan untuk mendukungnya. Hukum tanpa kekuasaan takkan berjalan efektif tapi kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenangan.

"Tambahan agar semua rakyat siantar dapat belajar, meredukasi teori hukum dan penerapannya maka kita berharap kepada rekan jurnalis mengawal proses hukum mulai dari dakwaan dan tuntutan agar semua belajar dari penegak hukum (kejaksaan) dalam penerapan hukum. Mari semua mengawal penerapan hukum dari penegak hukum," Reinhard menuturkan.

Kejari Siantar Ferziansyah sebelumnya meminta agar Reinhard belajar kembali tentang KUHAP. Pernyataan ini membalas pernyataan Reinhard yang meminta agar penyidik Kejari Siantar untuk tidak membuat diskriminasi terkait penahanan pejabat tersangka korupsi.

"Tapi itu lah jawabannya karena saya membaca juga kemarin di internet itu (tidak ditahan) ada diskriminasi katanya. Lah itu yang ngomong profesor atau siapa itu yang anu pakar hukum. Itu saya meragukan malah dia pakar hukum kok pernyataannya gitu. Jadi apa betul dia, anu sekolahnya belajar nggak atau dia gak masuk tempo hari waktu belajar. Dia bolos, jadi apa yang diterangkan dosennya gak dengar dia, tidur dia dibelakang," kata Ferziansyah.

"Saya ngasih tau ini sekarang apa yang kurang. iya benerlah suruh dia baca lagi bilang, Pak Kajari yang bilang," tambahnya.

Selengkapnya: Kajari Siantar Respon Penyataan Reinhard Soal Diskriminasi Tersangka Korupsi: "Suruh Dia Belajar lagi..."

Statemen Kajari sempat dikritik Bendahara DPC Ikadin Siantar, Try Oktavianus Hutagalung menganggap orang nomor wahid di Kejari Siantar itu kurang beretika dalam berbicara, ketika membantah argumen seorang pengacara. Apalagi, Sesunan adalah pejabat publik di Kota Pematangsiantar.

"Masalah etika. Pejabat publik harus memberikan informasi yang benar ke publik. Bukan mengejek. Kalau pun membantah, bukan membalas secara subjektif dengan menyerang pribadi seseorang. Tapi ada landasan hukumnya. Masa pejabat publik ngomongnya kek gitu," jelas Tri.

Selemgkapnya: Sebut Pengacara Belajar Lagi, Pernyataan Kajari Siantar Dianggap Tak Beretika