Siantar, hetanews.com - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, dipersilahkan Polres Siantar dengan baik untuk bertemu langsung dengan ASL (22), tersangka pencabulan anak dibawah umur sejenis, Kamis (27/7/2017) siang.
Dalam pertemuan tersebut, Arist Merdeka didampingi pengurus Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Siantar Simalungun. Sedangkan dari pihak Polres Siantar, yakni Wakapolres Kompol JM Sagala, Kabag Ops Kompol Firman D, Kasat Reskrim AKP Restuadi, Kanit PPA Aiptu Malon Siagian.
Bertemu langsung dengan ASL, Arist mendapat beberapa pengakuan dari tersangka. Diantaranya apa motif dan seberapa banyak korban dari ASL yang tak lain tersangka adalah seorang pembantu pembina pramuka disalah satu SMP Negeri di Kota Siantar yang mana korbannya adalah adik didiknya di kepramukaan tersebut.
“Tadi di hadapan pak Kasat (Rekrim), pak Waka (Polres) dengan jajaran lainnya, ASL mengakui, bahwa untuk sementara ini, (korbannya) 8 orang yang dilakukan setiap sekali sebulan. Artinya, bahwa ASL itu mengakui bahwa ia telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual,” kata Arist kepada awak media usai bertemu dengan ASL.
Untuk motif, kepada pria brewokan lebat tersebut, ASL mengaku mempunyai ilmu pengetahuan tentang kesehatan yang didapatnya saat diangkat sebagai duta narkoba. ASL dengan ilmu yang diakuinya itu memeriksa bagian tubuh (anus) dari korbannya yang kemudian membuat ia terangsang seksual.
Rangsangan seksual yang menyimpang tersebut (suka sesama jenis) itu muncul karena ia sering melihat bagian tubuh dari korbannya. Menurut ASL dihadapan Arist dan Polres Siantar, ia melakukan pencabulan tersebut tanda ada ancaman dan melakukan pendekatan dengan bujuk rayu.
“Motifnya itu, (ASL) katanya mempunyai ilmu, dia bilang itu ilmu pengetahuan yang selama ini diangkat sebagai duta narkoba. Itu biasanya dalam periksa-periksa kesehatan, sering kali memeriksa anal (anus) dan sebagainya. Itu menurut pengakuan dia, saya tidak tahu kalau memang dia duta untuk memeriksa-memeriksa dubur atau tidak,” terangnya.
“Sehingga dia bisa melihat itu lalu ia melakukan rangsangan seksual itu. Tapi justru itu dilakukan secara salah. Dan rangsangan biologis juga muncul karena ia sering melihat itu. Caranya tentunya menggoda dan katanya tidak ada ancaman apa-apa atas dasar dia mendekati korban itu dalam pendekatan bujuk rayu,” sambung Arist Merdeka.